MAKALAH BANK SYARIAH
BAB
I
PENDAHULUAN
Hal paling umum yang manjadi
salah satu penggerak ekonomi konvensional adalah riba atau interest.
Suku bunga yang menjadi mesin penggerak perekonomian konvensional memang
menjadi rancu penggunaanya dalam sistem konvensional sendiri. Menurut Adiwarman Karim, suku bunga sendiri
pada awalnya merupakan rate of return bagi kepemilikan modal, atau imbal
jasa atas modal yang digunakan dalam proses produksi, bukan merupakan sebuah
keuntungan atau uang yang dipinjamkan kepada investor yang menjalankan
perekonomian. Namun seiring berjalannya waktu, riba atau interest
akhirnya lazim digunakan untuk menggerakan perekonomian, terutama institusi
perbankan sebagai sebuah medium of intermesdiary.
Dalam ekonomi islam, riba
dapat diartikan sebagai sebuah tambahan atas pinjaman yang diberikan kepada
pihak peminjam terhadap pihak yang dipinjamkan tanpa keikhlasan dari pihak yang
meminjamkan. Ekonomi Islam kini menganggap bahwa interest rate sebagai
perannya dalam menggerakkan perekonomian konvensional sekarang dapat diubah
dengan rate on kapital, yaitu pendapatan atas modal barang dan jasa
dalam proses produksi. Dengan alasan ini, Adiwarman Karim menjelaskan bahwa
perbankan Islam dapat menggerakan perputaran kegiatan atau aktivitasnya dengan
ikut masuk ke dalam proses produksi yaitu dengan ikut atau berperan aktif dalam
kegiatan usaha. Oleh karena itu, maka dua produk perbankan Islam yang sekarang
ada terbentuk dari ide dasar ini. Mudharobah dan musyarokah dapat
dikedepankan sebagai dua produk Islam yang muncul dari ide dasar bahwa
perbankan Islam haruslah perbankan yang mengambil untung dari ikut berperannya
mereka dalam proses produksi dengan mendapat bagian dri bagi hasil pendataan
atau dari untung usaha yang didapatkan perusahaan yang menjadi rekan usahanya.
Selain produk Mudharobah dan
Musyarokah, perbankan Islam juga
menganut prinsip dual system. Perbankan Islam selain berperan sebagai partner
usaha juga dapat berperan sebagai penjual dalam akad Mudharobah, ijarah,
atau ishtinah. Dengan peran perbankan Islam sebagai pedagang inilah maka
perbankan Islam kini mendapatkan selisih keuntngan yang sudah ditetapkan di
awal dengan barang yang disepakati untuk diperjualbelikan. Akad jual beli ini
lah yang selama ini menjadi produk yang banyak di gunakan oleh institusi
syariah karena perhitungan dan sifat produknya yangg lebih mudah digunakan
dalam buisnis syariah. Dengan digunakannya produk Mudharobah, ijarah, atau istisna ini memang membuat
banyak orang awam merasa produk syariah menjadi mirip perbankan dengan perbankan konvensional. Apalagi
penempatan margin keuntungan yang jauh beda dengan interest rate. Terlepas dari
pembelaan bank syariah terhadap hal ini,
kritik mengenai produk yang berlandaskan akad jual beli ini patut menjadi
perhitungan sendiri bagi perbankan syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang
dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama
perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang)
adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan
melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut
dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta
identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvnsionaldapat digolonglan
sebagai transaksi ribawi.
B. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
No
|
Perbedaan
|
Bank Konvensional
|
Bank Syariah
|
1
|
Bunga
|
Berbasis bunga
|
Berbasis revenue/profit loss
sharing
|
2
|
Resiko
|
Anti risk
|
Risk sharing
|
3
|
Operasional
|
Beroperasi dengan pendekatan sektor keuangan, tidak langsung terkait
dengan sektor riil
|
Beroperasi dengan pendekatan sektor riil
|
4
|
Produk
|
Produk tunggal (kredit)
|
Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
|
5
|
Pendapatan
|
Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari kredit
|
Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang
diperolah bank dari pembiayaan
|
6
|
Mengenal negative spread
|
Tidak mengenal negative spread
|
|
7
|
Dasar Hukum
|
Bank Indonesia dan Pemerintah
|
Al Qur’an. Sunnah, fatwa ulama,
Bank Indonesia,
dan Pemerintah
|
8
|
Falsafah
|
Berdasarkan atas bunga (riba)
|
Tidak berdasarkan bunga(riba), spekulasi (maisir), dan
ketidakjelasan(gharar)
|
9
|
Operasional
|
-
Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa
titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo
-
Penyaluran dan pada sektor yang menguntungkan,
aspek halal tidak menjadi pertimbangan agama
|
-
Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa
titipan ( wadi’ah) dan investasi(mudharabah) yang baru akan
mendapat hasil jika “diusahakan“ terlebih dahulu
-
Penyaluran dana (financing) pada usaha yang
halal dan menguntungkan
|
10
|
Aspek sosial
|
Tidak diketahui secara tegas
|
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
|
11
|
Organisasi
|
Tidak memiliki Dewan Pengawas
Syariah(DPS)
|
Harus memiliki Dewan Pengawas
Syariah(DPS)
|
12
|
Uang
|
Uang adalah komoditi selain
sebagai alat pembayaran
|
Uang bukan komoditi, tetapi
hanyalah alat pembayaran
|
C. Kritik Terhadat Perbankan Islam
Dari penjelasan mengenai dual
system perbankan syariah, maka terdapat dua kritik yang dapat diutarakan.
Pertama, perbankan syariah belum bisa di harapkan menjadi media pembangunan
bangsa bagi para pengusaha kecil. Mengingatkan terkadang margin yang di berikan
perbankan syariah bagi produk jual beli cukup tinggi, karna besaranya yang
mirip dengan intrest rate. Hal ini tentunya menjadi constrain
bagi pengusaha kecil yang bermodal pas-pasan dengan angunan yang berat ditambah
beban margin yang juga cukup besar. Belum lagi keritik yang banyak menganggap
bahwa perbankan syariah tidak ubahnya dengan leasing yang menjual motor
kredit dengan kredit suku bunga tetap.
Kedua, konsep bagi hasil
perbankan syariah yang menurut penulis juga memiliki kelemahan. Bayangkan jika
produk yang paling banyak digunakan oleh perbankan syariah adalah bagi hasil
maka hanya bank atau UKM-UKM yang sudah masuk ke sektor formallah yang bisa
mengakses produk ini mengingat jasa auditor akan sangat krusial dalam
menentukan besaran bagi hasil yang akan diterima oleh perbankan syariah.
Ada asimetric information
yang akan terjadi jika jasa auditor tidak digunakan dalam perjanjian bagi hasil
ini. Bank syariah tidak akan tahu informasi atau revenue yang
sesungguhnya diterima oleh pengusaha yang mendapatkan dana dari bank syariah.
Dengan banyaknya pengusaha yang terlibat dalam perbankan syariah, tentu hal ini
akan membuat semakin besarnya cost yang harus diberikan bagi pihak
auditor, hal ini tentu mekanisme yang tedak efisien bagi sistem perbankan
syariah.
E. Konsep Perbankan Syariah Negara
Dengan kritik ini maka saya
mencoba membangun sebuah sistem perbankan syariah yang saya impikan. Ekonomi
Islam menganggap bahwa uang sebagaian medium of intermediary. Uang harus
diposisikann hanya sebagai uang, bukan sebagai komoditas yang dapat
menghasilkan uang dengan cara batil. Uang dapat mendapatkan manfaat dengan
membelanjakaannya lewat barang-barang faktor input yang produktif, baru
dapat menghasilkan uang melalui
Profit
dari capital yang dibelanjakan. Dengan ini, uang sejatinya memang bersifat
media yang meang diciptakan pemerintah untuk mempermudah jalannya perekonomian.
Dengan demikian, seharusnya uang tidak bias tersimpan begitu saja, malah harus
dikenakan pajak bila hal itu terjadi. Uang harus terus berputar. Menurut Irving
Fisher, semakin cepat perputaran uang beredar, tentu semakin baik bagi
perekonomian, dengan asumsi jumlah uang beredar tetap. Berawal dari sini, maka
perbankan syariah haruslah merupakn sebuah institusi yang menjadi media
penyalur bagi orang yang kelebihan uang kepada pengusaha-
pengusaha yang memeang membutuhkannya.
Dengan
demikan, tidak patut sebuah perbankan menjadikan peminjam uang sebagai mesin
untuk menghasilkan uang. Namun bagi perbankan untuk menjalankan aktivitasnya.
Hal inilah yang menjadi sulit bagi system perbankan konvesional. Oleh karena
itu, keuntungan tanpa harus menjadi lintah darat berdasi. Salah satu cara
adalah dengan menjadikan bank yang saya sebut Bank Syariah Negara ini menjadi barang public. Dengan statusnyan
sebagai institusi yang mendapatkan gaji dari pemerintah dan gaji dari banker-nya
dibiayai lewat APBN, tentu tidak akan menjadikan mereka bersifat seperti yang
biasanya lagi.
Namaun,
tentu konsep ini berbeda dengan konsep bank yang pernah ada di zaman Soeharto
dulu yang hanya memberikan kredit kepada kroni-kroninya saja. Di alam
keterbukan seperti sekarang, maka audit bagi perbankan syariah ini akan menjadi
tanggung jawab lembaga independen di luar ajring sperti BPK (Lembaga Pengawas
Keuangan), KPK (Komisi Pemberantas Korupsi), dan dibawah control langsuung dari
Bank Indonesia. Bank tetaplah bersifat bank dan memberikan kredit tanpa bunga
khusus bagi UKM- UKM bermodal kecil sehingga BSN(Bank Syariah Negara) bias
menjadi agen perubahan bagi perekonomian bangsa. Dengan demikian tentu kredit
tanpa bunga ini akan menberikan kemudahan bagi pihak swasta.
Lantas
pertanyaannya, apakah BSN akan merugikan bagi Negara mengingat tidak ada imbal
jasa bagi Negara karena tida mendapatkan riba? Hal ini tentu saja tidak
masalah, justru Negara akan semakon diuntungkan dengan keberadaan bank syariah
ini. Pertama BSN akan menjadi salah satu perpanjangan tangan bagi petugas pajak
untuk melebrkan sayapnya. Dengan dibangunnya perbankan ini, maka bank akan
dapat mendata siapa saja nasabah yang belum mepunyai NPWP ketika individu ini
berinteraksi dengan BSN.
Kedua,
dengan adanya perbankan ini, maka pemasukan Negara dari pajak akan meningkat.
Mengingat UKM yang meminjam akan dibelanjakn uangnya untuk barang modal serta
menambah kapasitas produksi. Pajak yang akan diterima Negara dapat meningkat,
baik dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh) akibat
pertabahan pendapatan yang diterima pengusaha sehinnga kapasitas produksinya
semakin meningkat. Dengan pertambahan pendapatan pajak ini tentu akan
meningkatkan APBN Negara dan akan menambah kapasitas kemampuan BSN untuk
menyalurkan kredit lewat pertumbuhan pendapatan Negara.
Ketiga,
perbankan syariah akan menjadi tulang punggung bagi UKM untuk biasa
bertransformasi menjadi perusahaan yang memasuki sector formal tanpa beban
bunga. Walaupun tanpa bunga, BSN ini tetaplah sebuah bank yang memberikan kredit sesuai dengan prinsip-
prinsip perbankan. Pemilihan perusahaan yang mendaptakan dana tabaru’ ini
haruslah UKM- UKM yang potensial dan bisa sebanyak – sebanyaknya menciptakan
lapangan pekerjaan yang memang tujuan pemerintah.
Secara
simple, system perbankan syariah
Negara dapat dijelaskan dengan bagan di bawah ini:
Gambar
2.1 Sistem Perbankan Syariah Indonesia
Dari bagan 2.1 dijelaskan bahwa perbankan
syariah ini dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk menigkatkan kesejahteraan
UKM. Sumber modal dari perbankan syariah
ini ada dua. Pertama, pemerintah dapat menambah modal bank ini dengan
memberikan uang yang berasal dari pertumbuhan pendapatan pajak, tetapi bukan
merupakan anggaran tetap . semakin tinggi pertumbuhan pajak, maka akan semakin
besar uang yang dapat dikapitalisasi untuk merangsang masyarakat dengan
memberikan bonus juga melalui pembobotan dari pertumbahan APBN. Semakin besar
uang yang akan ditransfer pemerintah bagi masyrakat.
Kunci sukses dari system ini adalah
bagaimana pemerintah mau untuk mengeluarkan kepentinganya dari BSN yang
terbentuk nantinya. Jajaran direksi maupun manager harus merupakan system management yang bebas dari
intervensi pemerintah. Oleh karena itu, pegawai bank ini bukan seperti pegawai
negeri kebanyakan. Harus adatarget pencapaian untuk BSN, seperti peningkatan
pertumbuhan pajak. Sebagai indicator kesuksesan BSN. Profesioanalisme merupakan
syarat mutlak untuk system ini agar dapat terus berlangsung.
Dengan system seperti inilah, maka uang
dapat kita tepatkan hanya sebagai uang. Uang hanya merupakn sebuah alat tukar,
bukan sebagai komoditas yang diperujual-belikan yang selama ini terjadi di
system perbankan konvesional. BSN akan menjamin UKM dapat meminjam tanpa
kelebihan sedikit pun dan memang karena itu dibangun. Sifat BSN yang merupakan
bank islam tetap harus mengedepankan nilai – nilai islam yang luhur dalam
menyalurkan kredit tabaru’-nya kepada masyrakat.
F. Konsep Dasar Transaksi
- Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
- Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya) , saling ikhlas mengikhlaskan antar pihak – pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.
- Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Lima transaksi yang lazim dipraktekkan perbankan
syariah adalah:
- Tarnsaksi yang tidak mengandung ribal.
- Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli(murabaha)
- Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jaa dengan cara sewa(ijarah)
- Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)
- Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adlah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan(wadi’ah).
G. Produk Perbankan Syariah
Produk perbankan
syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
Þ Produk penyaluran
dana
Þ Produk penghimpunan
dana
Þ Produk yang berkaitan
dengan jasa yang diberikan kepada nasabahnya.
1. Produk penyaluran dana
a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Transaksi
jual beli dibedakanberdasar4kan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang, seperti:
Ø
Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah
transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya.
Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual
adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan
cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang
diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Ø
Salam
Salam adalah transaksi jual
beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan,
ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada
nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini
diterapkan dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi
dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
Ø Istishna
Produk istishna menyerupai
produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank
dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi.
Ketentuan umum Istishna sebagai berikut :
Spesifikasi barang pesanan
harus jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang
disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah akad
ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan
prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila
pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank
dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam
perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang
diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual
disepakati pada awal perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk
pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
Ø
Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih
dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama
dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan
(entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat
dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi
masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini
sangat fleksibel.
Ø
Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk
ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan
keahlian dari pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah;
v Jumlah modal y6ang
diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai;
v Hasil dari
pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari
keuntungan proyek (profit loss sharing).
v Hasil usaha dibagi
sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang
disepakati.
v Bank berhak melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah.
d. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap
ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
dalam akad pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya
yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini
sekadar untuk menutupi biaya yang benar – benar timbul.
Þ Hiwalah ( Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi
mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah
lazimnya untuk melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan
piutang.
Þ Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah
memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
§ Milik nasabah
sendiri,
§ Jelas ukuran, sifat,
dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,
§ Dapat dikuasai namun
tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat
menggnakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan
merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau
cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.
Þ Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:
Ø Sebagai pinjaman
talangan haji, diman nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk
memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
Ø Sebagai pinjaman
tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasaan untuk menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Ø Sebagai pinjaman
kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si
pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi
hasil.
Ø Sebagai pinjaman
kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan
terpenuhinya kebutuhan pengu7rus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya
secara angsur melalui potongan gajinya.
Þ Wakalah (Perwakilan )
Wakalah dalam aplikasi
perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of
Credit), inkaso dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang
dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk
pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C
(settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah,
mudharabah, atau musyarakah.
Þ Kafalah (Garansi
Bank)
Garansi bank dapat diberikan
dengan tujuan untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat
mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahnb. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah.
Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk
giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
o
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana
menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan
imabalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kapada
pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak
boleh diperjanjikan di muka.
o Bank harus membuat
akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan
dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku
cek, bilyet giro, dan debit card.
o Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti
biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
o Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro
dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Prinsip Mudharabah
Þ
Mudharabah Mutlaqah
Penerapan
mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua
jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah.
Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun.
Þ
Mudharabah Muqayyadah on
Balance sheet
Jenis mudharabah
ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana
dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya
disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad
tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Þ
Mudharabah Muqayyadah off
Balance sheet
Jenis mudharabah
ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di
mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan
antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan
usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
c. Akad Pelengkap
Þ
Wakalah (perwakilan)
Dalam aplikasi
perbankan, wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer
uang.
3. Jasa Perbankan
a. Sharf (Jual Beli Valuta
Asing)
Pada
prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual
beli mata uang yang tudak sejenis ini penyerahannya harus dilaksanakan pada
waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing
ini.
b. Ijarah (sewa)
Jenis
kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan
jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa
dari jasa tersebut.
E. Keunggulan Bank Syariah
- Dengan adanya negosiasi antara pihak nasabah dengan pihak bank, tercapai suatu halyang saling menguntungkan.
- Dengan prinsip bagi hasil, jika perusahaan ingin menaikkan usahanya namun kekurangan modal, maka dapat mengajukan kredit dengan baik, sehingga dapat menerima modal dan juga resiko yang ada lebih rendah daripada dengan pinjaman kredit biasanya.
- Dapat mendorong para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dengan baik, dengan adanya bantuan dari pihak bank.
- Resiko kerugian lebih kecil dengan menggunakan prinsip ini. Karena apabila mengalami kerugian, maka dibagi menurut perjanjian yang dibuat.
- Pihak bank akan mendapatkan banyak nasabah dengan menggunakan prinsip ini, karena adanya kemudahan – kemudahan (misalnya tanpa agunan) yang diberikan oleh bank dan juga akan menaikkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian kita sepakati
bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas
perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan
kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah
kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan
tersalahkan.
Namun dalam kegiatannnya
perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan dan prinsip-prinsip islam
itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari
sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada
profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan
etika dan moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan
sebuah kegiatan perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir,
dll) sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan
rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.
Maka tugas kita selaku
akademisi adalah bagai mana kita mengembangkan dan menerapkan kegiatan perbankan
islam pada masyarakat dunia, sehingga tidak ada kata alergi ketika masyarakat
mendengar istilah – istilah kegiatan perbankan islam. Harapan kita bahwa sudah
cukup sampai disini saja kegiatan dunia bisnis baik yang basis finansial,
Investasi, perbankan, real, pasar modal, pasar barang dll. Yang hanya
menguntungkan sebagian pihak dan dipihak lain tertidas.
Mari kita jadikan Perbankan
islam sebagai sarana untuk menciptakan dunia bisnis baru yang bernafaskan
positif yang dapat memberikan kesejahteraan bagi semua.
10 komentar: